INTUITION : Jeon Gyeongchal-imnida (aku seorang polisi)
Author : Yonggyu90
Main Cast : Park Jaehee (OC), Kim Sunggyu (INFINITE)
Sup. Cast : Kim Myungsoo (INFINITE), Nam Woohyun (INFINITE), Kwak
Jungwook (Woollim’s actor) Choi Minki (Ren Nu’est) and other
Length : One Shot
Genre : Investigation, action(?), romance(?) & NC +++
(?)
Disclaimer : the story is mine, don’t be Plagiarism
Note :
The story taken from Jaehee side. Sorry for typo :* take your popcorn and lets
read it^^. Dan maaf ceritanya gaje buanget =_=
===
Ada
sebuah pepatah mengatakan hidup itu tak semulus kulit apel. Aku rasa ini memang
ada benarnya. Seperti hidupku, Aku Park Jaehee merasa pepatah itu sangat-sangat
benar. Sepertiku, mau mendapatkan promosi jabatan saja harus melakukan hal yang
membuatku sedikit uring-uringan. Aku adalah seorang yang bertugas membela
Negara. Mungkin banyak cerita tentang kepolisian di luar sana yang mirip
sepertiku. Tapi… mungkin ceritaku ini agak lain.
Aku
adalah seorang polisi wanita yang berbakat dari divisi II di Incheon *asli ngarang =_=*.
Dan beberapa hari yang lalu aku ditugaskan ke Seoul oleh kepala polisi Park
Jinhyuk yang notabene adalah ayahku dan kepala Jaksa Kim Jeongsuk yang bekerja
di divisi I Seoul untuk menyelidiki kasus pembunuhan yang terjadi di sebuah
universitas terkenal di Seoul.
“Appa…
kenapa harus aku? Appa kan tau aku sedang menangani kasus pemerkosaan itu?” aku
mengejar appa yang kebetulan hari ini mengunjungi divisi II di Incheon, aku
terus merengek mencoba mencari jalan agar penugasanku ke Seoul dibatalkan.
Appa
berhenti berjalan sebelum memasuki lift dan memandangku tajam. Aku langsung
terdiam, menyadari kecerobohanku.
“Jeonsohamnida
seonsangnim.” Kataku menunduk meminta maaf pada appa. Ya… appa sangat tidak
suka jika aku memanggilnya appa pada saat bekerja seperti ini.
“Appa
adalah aku ketika berada di luar jam bekerja. Dan atasanmu adalah aku ketika
kau sedang bekerja.” Begitu kata appa setiap kali dan setiap waktu
mengingatkanku. Appa adalah orang yang sangat tegas dan disiplin. “Meskipun
dalam situasi apapun jika appa dalam masalah dan kau dalam tugas jangan pernah
hiraukan appa dan lakukan tugasmu dengan baik, kau mengerti. Jangan pernah
melalaikan tugasmu meskipun appa dalam keadaan hidup dan mati.” Appa juga
selalu mengatakan pesan itu jika sedang berdua denganku. Tapi aku sangat tidak
setuju dengan appa. Kalau bisa aku akan menyelamatkan keduanya jika aku mampu.
Antara appa dan negaraku.
“Melaksanakan
tugas dariku atau kau akan dimutasi ke Wando?” appa menatapku tajam dan pintu
lift yang semula terbuka kini menutup kembali sia-sia. Wando? Sebuah pulau
terpencil di Jeollanam-do province? Ya Tuhan jika aku tak melaksanakan tugas
ini maka aku akan dimutasi ke sana? Masalahnya, bukannya aku menolak tugas ini
tanpa alasan. Tapi, aku harus menyamar menjadi seorang dosen bahasa
Malay-Indonesia di Universitas itu (Info: di Hankuk University of Foreign
Studies, Seoul ada jurusan Malay-Indonesia, so bangga dong ya bahasa kita di
ajarkan di sana dan menjadi Fak individu? *loncat gaje*). Aku memang pernah
melakukan Exchange studies selama setahun di Indonesia dan enam bulan di
Malaysia. Tapi demi Tuhan aku tak mampu jika harus mengajar bahasa yang sulit
itu.
Mentang-mentang
appa seorang kepala polisi seenaknya saja memberiku tugas seperti ini. aku
menggerutu dalam hati. Tau begini lebih baik aku jadi seorang pilot saja
seperti kata Umma. Aku mendengus kesal.
Kalian
pasti heran kenapa Divisi II Incheon sampai harus mengirimkan anggotanya ke Seoul?
Dan jawabannya yang aku dapat dari appa adalah, “Berdasarkan kaledioskop
polisi terbaik 2013 kamu adalah polisi yang terpilih, bukan karena aku ingin
memberimu tugas dan memberimu jabatan. Kau tau jika aku Park Jinhyuk paling
anti KKN, jadi aku mau kau berusaha sendiri menutrut kemampuanmu dari nol. Jika
kamu berhasil dalam tugas ini, maka kamu akan mendapatkan promosi jabatan.”
Begitu ceramah appa yang aku dengar beberapa waktu lalu ketika aku pulang ke
Seoul. Sebuah prestasi yang membanggakan memang, tapi tugas kali ini sangat sulit
karena aku harus menyamar serta berlaku manis dan ini sangat berbanding terbalik dengan sifat asliku yang sangat
jutek dan kaku.
“Hofhhhh…”
Aku mendengus kesal tak bisa berkata apapun, sedangkan appa langsung berbalik arah
menekan tombol lift dan langsung masuk ketika pintu terbuka tanpa mengucapkan
salam perpisahan pada anak semata wayangnya ini. Setelah kepergian appa,
amarahku pun meledak.
GLONTANGGGG!!!
Kutendang
tong sampah di dekat lift sehingga membuat orang yang berjalan di sampingku
terkejut dan menyingkir dariku takut-takut.
“Hooofffhhhh…”
ku tiup ponitailku sehingga membuatnya berantakan.
“Aigooya….
Kau terlihat semakin menakutkan jika seperti ini.” Kim Myungsoo rekan kerjaku
tiba-tiba sudah berdiri di sampingku dengan Nam Woohyun rekan kerjaku Juga. Tepatnya
mereka adalah sahabatku dan saudara di Incheon, eum… seperti saudara maksudnya
karena kita sangat dekat. Bahkan appartemen kita bersebelahan.
“Aniya…aniya…aniya…
kau terlihat semakin manis jika cemberut seperti ini.” Nam Woohyun mencubit
kedua pipiku dengan gemas.
“Aishhh…
jangan lakukan itu padaku atau ku tendang pantatmu.” Aku memberikan glare kea
rah Namu.
“Omoo…
kau sama sekali tak menarik Jaehee-ya. aku sampai heran kau itu Namja atau
yeoja?” Woohyun berjingkat ngeri dan memandangi tubuhku dari kaki sampai kepala
yang membuatku semakin sebal, sedangkan myungsoo malah terkekeh melihatku yang
uring-uringan.
===
Hari
ini semua dimulai. Aku secara resmi menjadi Dosen di Hankuk University dan tentu
saja beberapa hari yang lalu aku melakukan lamaran pekerjaan dengan ijazah asli
yang kupunya. Untungnya meskipun aku tak terbilang pintar, tapi aku sangat
cerdas. Pintar dan cerdas itu berbeda bukan? Keke~ Ahh molla aku juga bingung
=_=
Setelah
menerima pengarahan dari para dosen senior dan menghadap direktur, aku berjalan
menuju kelas pertamaku hari ini. aku tak percaya jika ternyata peminat Jurusan
Malay-Indonesia ini sangat banyak. Aku sedikit tercengang ketika masuk ke dalam
kelas.
“Hallo
apa kabar semua?” Aku membuka salam dengan bahasa Indonesia dengan fasih,
menurutku itu sudah sangat fasih meskipun setipa berbicara dengan orang
Indonesia atau Malaysia terdengar seperti orang mengejan.
“Baik…”
semua menjawab serempak. Dan sekali lagi aku tertegun melihat antusiasme
mereka.
Aku
tersenyum serta mengarahkan pandanganku ke seluruh kelas. “Jeonen Park
Jaeheeimnida. Incheoneseo watsemnida, Bangapda, (saya Park Jaehee, datang dari
Incheon, senang berkenalan). Baiklah mari kita mulai kuliah pertama dengan saya
hari ini, tapi sebelumnya saya minta daftar hadir anda.” Aku berjalan ke bangku
paling ujung dan memberikan selembar kertas daftar hadir kelas untuk diisi
seluruh mahasiswa. Aku berjalan seanggun mungkin meskipun aku tetap memakai
celana.
Tapi
tunggu…
‘Aku
seperti mengenal mahasiswa ini, tapi di mana?’ tiba-tiba pikiranku berkecamuk
ketika aku merasa pernah bertemu dengan mahasiswa berkacamata tebal dan memakai
kemeja khas anak retro. Dan sangat kuno ini. mata sipitnya seperti pernah
menatapnya sebelumnya. Bibirnya??? Matanya??? Kenapa aku merasa seperti pernah
bertemu? tapi di mana??
Lama
aku tertegun memandangi mahasiswa itu hingga tak ku sadari jika semua daftar
hadir telah selesai diisi.
“Sudah
selesai Seonsaengnim.” Seorang Yeoja menyerahkan kertas itu padaku.
“Ah..
ne, gomapda.” Aku berbalik kemudian berjalan meletakkan kertas itu di meja
setelah Yeoja itu kembali duduk. Entah
kenapa Intuisiku berkata aku harus mengamati pemuda ini.
Mungkin
kalian bertanya, kenapa aku ditugaskan di Fak Malay-Indonesia? Karena Han
Dohyeon mahasiswa yang meninggal itu adalah mahasiswa fak ini. jadi aku harus
menyelidikinya dari sini.
Hampir
dua jam aku berceloteh panjang lebar tentang bahasa Malay-Indonesia dan
sesekali mengamati seisi kelas. Ini sangat memuakkan karena aku terkenal jutek
dan sedikit bicara harus berceloteh panjang lebar dan tersenyum kepada semua
orang. Jika aku di suruh memilih ikut penggrebekan teroris di Rusia atau
menjadi dosen? Maka jawabannya adalah mengikuti penggrebekan teroris di Rusia.
Ini sudah pasti. Namun sayangnya ini tak ada pilihan.
Ketika
aku berceloteh mataku terus saja mengamati mencoba mencari kejanggalan yang
terjadi disetiap mahasiswa. Di pojok belakang ada seorang mahasiswa ntah dia
itu namja atau yeoja. Berambut pirang dan terlihat tatapannya begitu dingin. Ku
amati sedari aku memasuki ruangan mahasiswa pirang itu terus saja terdiam.
Dingin. Brrr… bahkan Si Ice Prince Myungsoo kalah dingin menurutku.
Di
depan namja itu terlihat sebuah bangku kosong, aku mengacuhkan bangku kosong
itu dan kembali menatap antara pria berkacamata dan mahasiswa berambut pirang
yang ntah itu lelaki atau perempuan.
“Baiklah…
mengacu pada hal yang kita bahas,kenapa
bahasa Indonesia menggunakan bahasa melayu sebagai bahasa Resmi Negara
itu dan kenapa bahasa itu mengalami perubahan dari melayu asli?? ada yang
bersedia menjawab? Jawaban benar saya akan menambah 20 poin dalam exam
mendatang. Jika salah, akan mengambil poin 20.” aku melemparkan sebuah
pertanyaan. Namun mereka hanya terdiam tidak ada yang berani menjawab. Apa aku
terlalu menakutkan? Tidak, tapi hanya kejam keukeu~. Intinya ini adalah
pembalasan dendam atas tugas appa yang ku luapkan pada para mahasiswa.
“Baiklah… karena tak ada yang
mengajukan diri maka Saya akan memanggil.” Karena aku tak mengenal mereka satu
persatu jadi aku mengambil daftar hadir. Ada sebuah nama yang tidak mengisi
daftar hadir bernama Kwak Jungwook, mngkin dia sedang sakit? Jadi aku
melanjutkan membaca nama dan kemudian melihat
sebuah nama yang menurutku menarik. “Kim Sunggyu.” Entah kenapa nama itu sangat
menarik. Aku ingin tau siapa yang mempunyai nama seolah menghipnotisku. Aku
memanggil dan mengarahkan pandanganku mencari tau mana Kim Sunggyu. Tak berapa
lama seseorang mengangkat tangan.
“Ye…” pemuda
itu membenarkan kacamatanya setelah mengangkat tangannya. Dan ternyata itu
adalah pria yang sangat membuatku penasaran.
‘Dia?
Aku pikir namja tampan di depanku.’ Aku bergumam dalam hati. Tapi meskipun
begitu… aku merasa namja jadul ini agak aneh.
“Ya…
anda Kim Sunggyu? kenapa bahasa
Indonesia menggunakan bahasa melayu sebagai bahasa Resmi Negara itu dan kenapa
bahasa itu mengalami perubahan dari melayu asli??” aku bertanya kembali.
“Bahasa
Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia,
tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor
Leste, bahasa Indonesia berstatus sebagai bahasa kerja.
Dari sudut pandang linguistik,
bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu. Dasar yang
dipakai adalah bahasa Melayu Riau (wilayah Kepulauan Riau sekarang) dari abad
ke-19. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai
bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan
sejak awal abad ke-20. Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali sejak
dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan
"imperialisme bahasa" apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan.
Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa
Melayu yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini,
Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata
baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.
Karena penyerapan terlalu mudah dan
tidak terlalu sulit di pelajari. Begitu kira-kira.” Jawab Kim Sunggyu santai.
“Ok…
jawaban yang memuaskan. Baiklah sampai disini dulu kuliah hari ini, 20 poin
untuk Kim Sunggyu, sampai jumpa kuliah berikutnya.” Aku berkemas dan berjalan
pergi dari ruang kelas. Namun aku tidak langsung pergi ke ruang dosen.
===
“Aku
lelah…” aku menempelkan kepalaku di atas meja kedai. Dua hari sudah aku berada
di Seoul. Karena aku merindukan dua sahabat anehku ini aku menyempatkan diri
pulang ke Incheon dan mencurahkan isi hati pada namja-namja tampan idola para
gadis ini.
“Aishh…
kau harus bertahan. Hanya membiasakan dirimu berbicara banyak pada orang lain.”
Myungsoo berkata sambil menenggak softdrink. Tidak kami tidak suka alcohol jadi
kami hanya minum softdrink setiap pergi bersama.
“Nan
eothokae?? Bagaimana bisa aku berbicara banyak pada orang selain kalian?”
jawabku lemas dengan pipi masih menempel di meja.
“Buktinya
kau bisa selama dua hari ini.” Myungsoo menyentil pelan dahiku.
“Hizz…
kenapa kau suka sekali menyentilku.” Aku merajuk cemberut sembari mengusap-usap
bekas sentilan Myungsoo. Sedangkan Myungsoo malah terkekeh.
“Sudahlah…
jalani saja dengan senyum, maka kau akan terlihat semakin cantik dan anggun.”
Woohyun berkata sambil menyuapkan Bimbap ke mulutku.
“Dasar
greasy.” Myungsoo mencibir Woohyun yang sok manis.
“Molla..
aku bisa melaluinya atau tidak.” Aku berkata dengan mulut penuh mengunyah
bimbap yang disuapkan woohyun.
“Ya…
bagaimana dengan mereka? Apa ada yang mencurigakan?” Woohyun menundukkan
kepalanya bertanya padaku yang masih menempelkan kepala di meja kedai.
“Ani…”
aku menjawab lemas. “gundae oppa…” aku teringat sesuatu dan sontak duduk tegak
menghadap woohyun, “Aku penasaran dengan siswa bermarga Kim, kau tau wajahnya
seperti berumur di atas ku, mungkin 30 tahunan.”
Woohyun
dan Myungsoo hanya memicingkan matanya mencoba penjelasan lebih detil dariku.
Sebentar aku beritau kalian dulu, aku sebaya dengan Myungsoo yang berusia 26
tahun, sedangkan Woohyun satu tahun lebih tua dariku. Dan namja bermarga Kim
itu terlihat seperti lebih tua dari Woohyun.
PLETAKKK
“Apanya yang aneh? Bukankah hal
biasa jika Mahasiswa itu ada yang tua?” Myungsoo menjitak kepalaku.
“Yaa…
appo…” aku merintih sembari mengusap ubun-ubun kepalaku yang terkena jitakan.
Sudah dua kali Myungsoo menganiyayaku hari ini.
“Sekali
lagi kau menganiyayaku, ku potong alismu!” aku geregetan. Myungsoo malah
tertawa sambil memukul-mukul meja. Dasar pembully.
“Kau
ini… itu hal biasa. Aa…” Woohyun menjejali mulutku lagi dengan bimbap.
“Geuraeseo….
Namja itu sangat aneh…” aku berkata dengan mulut penuh bimbap. “Eoh??” Aku
teringat sesuatu lagi dan dengan reflex menelan bimbap paksa sehingga membuatku
tak bisa bernafas karena bimbap itu terasa berhenti di tenggorokan. Tanganku
bergerak-gerak mencari pertolongan.
“Aish…
babo… makan hati-hati….” Myungsoo berdiri panic dengan sigap memukul-mukul
tengkuk dan punggungku pelan. Sedangkan Woohyun segera mengambilkan minum
untukku.
“Minumlah!”
woohyun membantuku minum dan akhirnya makanan itu masuk perutku dengan selamat.
Myungsoo dan Woohyun pun kembali duduk.
“Aku
juga menemukan hal aneh pada seorang mahasiswa yang aku tak tau dia laki-laki
atau perempuan? Yang jelas dia sangat cantik.” Kataku berapi-api.
“Trus
kenapa kalau dia cantik? Jangan bilang kau iri dengannya eo?” Demi Tuhan
Myungsoo yang tampan itu menjadi sangat menyebalkan jika otaknya tak bekerja
seperti ini.
“Jaehee-ya…
kau itu sudah sangat manis… lebih dari manis, tak usah kau cmburu pada orang
lain. Karena kau itu saaaaangat manis.” Si greasy Woohyun itu juga semakin alay
saja mencoba menghiburku.
“Hofhh…” aku mendengus kesal karena mereka sama sekali
tidak merespon kecurigaanku.
===
“Anak
ini… kenapa sudah tiga hari dia tidak masuk? Klinik juga kehilangan bantal,
aneh-aneh saja.” suara seorang wanita membuatku mengalihkan perhatian dari
mengamati foto-foto yang diambil saat Han Dohyeon meninggal di ipad hitam
kesayanganku. Ku dorong kursiku sedikit mundur dan melongok ke meja sampingku
mencoba melihat siapa yang yang menggerutu karena meja kami dibatasi papan.
“Permisi…”
aku menyapanya.
“Ahh..
Park saem?” wanita itu memundurkan kursinya dan menggesernya mendekatiku.
“Apa
yang anda maksud tadi adalah Kwak Jungwook?” tanyaku pada wanita itu yang
ternyata adalah Hwang seonsaengnim.
“Ahh
ye… anak itu sudah tiga hari tak masuk, kasihan sekali dia. dia adalah teman
terdekat Han Dohyeon. Saat Han Dohyeon dinyatakan meninggal, dia terlihat
sangat depresi dan tertekan. Dia benar-benar merasa kehilangan.” Hwang
seonsangnim bercerita dengan mimic sedih.
“Ahh
geuraseo…” aku mengangguk mencoba memahami perkataan Hwang seonsaengnim. “Hwang
saem, bolehkah saya meminta data anak-anak di jurusan itu?”
“tentu…
tapi untuk apa Park saem?” tanyanya heran.
“Ah…
aniya, saya hanya ingin mengenal mereka lebih dekat jadi saya ingin membaca
Profile mereka satu-persatu.” Jawabku dengan senyum tulus.
“Geureom…
tunggu sebentar ne?” dia menepuk pundakku pelan kemudian berdiri
meninggalkanku. Tak berapa lama dia datang dengan membawa setumpuk map berwarna
biru.
“Igeo…”
Hwang saem menyerahkan berkas itu padaku. Aku pun menerimanya dengan senang
hati. “Gundae.. Park Saem,” Hwang saem menoleh ke kanan dan ke kiri kemudian
mendekatkan wajahnya ke arahku dan membisikkan sesuatu di telingaku. “……”
Aku
sedikit memicingkan mataku ketika Hwang saem menarik dirinya setelah
membisikiku.
“Sttt…
jangan bilang-bilang Park saem. Ini hanya rumor.” Hwang Saem memberikan isyarat
dengan menutup mulutnya.
“Geureom…”
aku mengangguk dan tersenyum sesaat sebelum Hwang saem pergi.
Aku
berpikir sejenak ketika menatap tumpukan berkas di depanku. Namun sedetik
kemudian aku mulai berkutat dengan berkas-berkas itu.
Choi
Minki -> ternyata manusia cantik berwajah dingin itu adalah seorang
laki-laki. Dia berasal dari Ijakdo. “Rumor mengatakan kalau Choi Minki yang
membunuh Han Dohyeon.” Aku masih ingat perkataan Hwang saengnim. Mungkinkah
namja dengan tatapan dingin itu yangmembunuh? Atau murni kecelakaan?
Han Dohyeon -> mahasiswa yang
tewas seminggu yang lalu, yang di duga jatuh dari lantai dua.
Kim
Sunggyu -> benar saja mahasiswa ini berusia 29 tahun dan dia merupakan
mahasiswa transfer dari Jeonju.
Kwak
Jungwook -> sahabat terdekat Han Dohyeon yang merasa sangat tertekan dan
depresi sehingga dia tidak masuk beberapa hari ini.
Empat
profile ini sangat membuatku tertarik. Dengan sigap aku mencopi semua file
tentang mereka dengan scanner dan mentransfernya ke ipadku. Karena aku tak bisa
membawa berkas itu pulang.
Setelah
melakukan semua itu aku beranjak pergi mencari tempat yang aman. Aku berjalan
menuju atap gedung dan mulai menekan tombol di ponselku.
“Ya..
Myungsoo-ya, bisakah kau mencari tahu tentang file kematian Han Dohyeon?”
tanyaku dengan suara sedikit pelan kea rah telfon.
“ani
Jaehee-ya, aku tak bisa. Itu di luar wewenang Incheon. Kecuali jika ada
perintah dari Seoul langsung ke divisi kita.” Jawab Myungsoo membuatku patah
semangat.
“Ya…
Araseo…” jawabku lemah dan menutup sambungan telfon. Aku lupa jika aku dikirim
ke sini karena perintah langsung dari Seoul. Aku meremas kepalaku frustasi.
Kalo aku menelfon appa, pasti aku malah akan diceramahi habis-habisan.
Samar-samar
ku dengar langkah kaki berjalan semakin mendekat. Dengan sigap aku berusaha
bersembunyi dan mencoba mencari tau siapa itu.
“Baiklah
aku akan berhati-hati dan aku akan berjanji tidak akan ada yang mengetahui.”
Suara seorang pria yang baru saja ku kenal namun sangat familiar. Kim Sunggyu.
Perlahan
aku mengintipnya karena merasa curiga dengan pembicaraannya, terlihat dia
sedang berbicara melalui sambungan selulernya.
Gezzz….
Kim Sunggyu. Namja jadul itu berbicara kalimat aneh di telfon. Mungkinkah dia
tersangka kematian Dohyeon? Aku mundur perlahan.
GLODAKK!!!
Sesuatu
di belakangku terjatuh karena tak sengaja aku menabrak sebuah rak bekas di sana.
DEG!!
Jantungku
berpacu hebat. Pikiranku pun melayang, kenapa ada rak bekas di atas gedung
omelku dalam hati. Di saat aku sedang panic seseorang memegang pundakku dari
belakang.
“Apa
yang kau lakukan disini Park Saem?”
“Eo…Eoh…
igeon… aku sedang mencari udara segar.” Aku gugup kemudian mencari alas an dan menggerak-gerakkan
tanganku seolah melakukan stretching. Kim Sunggyu menatapku dalam. Hatiku
semakin berdegup hebat karena Sunggyu semakin mendekatkan wajahnya ke arahku.
Ahh… perasaan apa ini? saat Woohyun dan Myungsoo mendekatiku aku tak pernah
seperti ini. bahkan saat aku berhadapan dengan pembunuh sekali pun, tapi degub
di jantungku sangat kencang. Tapi kenapa dengan Sunggyu?
“Ku
ingatkan saem, lain kali jangan menguping pembicaraan orang jika kau mau tidak
terjadi hal buruk menimpamu.” Sunggyu sedikit menunduk dan mendekatkan wajahnya
padaku sambil mengucapkan kalimat itu. desahan nafasnya sampai terasa di
pipiku, aku terdiam tak mampu bergerak sampai Sunggyu menghilang pergi dari
pandanganku.
“Ige
Mwoya? Aku ketakutan???” aku menyentuh dadaku yang masih berdegub dengan sangat
cepat. “Chh… Micyeoseo. Aku tak pernah ketakutan sebelumnya meskipun aku
berhadapan dengan Yakuza sekalipun.” Aku terus saja menggerutu dan
mengusap-usap dadaku mencoba menetralisir degubannya.
===
Seharian
aku hanya mengamati gerak-gerik Choi Minki yang jauh dari manusia normal
lainnya. Aku melihatnya memasuki ruangan di lantai dua yang diberi police line.
Ya tempat itu adalah tempat di mana Dohyeon di duga terjatuh. Aku heran, untuk
apa Minki berjalan ke sana? Aku pun mengikutinya.
“Apa
yang kau lakukan di sini Choi Minki?” tanyaku mengejutkannya.
“Animnida….
Mianhamnida Park Saem.” Minki membungkuk dan berbalik pergi dari ruangan itu.
aku juga penasaran dengan ruangan itu. perlahan aku berjalan melewati police
line dan masuk. Aku berdiri di sebuah jendela yang di duga arah Dohyeon
terjatuh. Aku melongokkan kepalaku kea rah bawah mencoba melihat ketinggian.
Kemudian aku mundur perlahan dan mencoba mengamati sekeliling jendela.
“jika
dia mencoba bunuh diri, pasti ada bekas goresan sepatu di jendela karena
tekanan dia hendak melompat. Kalaupun dia dibunuh dengan mendorongnya, pasti
pula ada bekas goresan apapun karena tekanan dia memberontak. Aneh. Di sini jendelanya masih terlihat rapi
dan tidak ada apa pun.” Aku terus saja mengoceh sendirian.
Aku
bergegas mengambil ponsel di saku celanaku dan mulai menekan beberapa digit
nomor.
“Seonsaengnim,
apa jenazah Han Dohyeon sudah dikremasi?” aku menelfon pihak rumah
persemayaman.
“….”
“Ahh…
ne, aku akan ke sana sekarang.” Aku menutup telfon dan berlari keluar dari
ruangan itu menuju mobil Kia biruku terparkir. Diperjalanan aku terus saja
memikirkan tentang kejanggalan pada jendela kelas di mana Dohyeon terjatuh.
“Ini jelas pembunuhan.” Aku bergumam sendirian ketika menuju rumah
persemayaman. Aku bisa memastikan ini pembunuhan, tapi aku sama sekali tak
menemukan clue bagaimana si pembunuh itu melakukannya.
Aku
berjalan cepat menuju tempat di mana Jenazah di awetkan agar tidak membusuk
sebelum di kremasi.
“Jeonsohamnida,
Park jaehee imnida.” Aku berjelan mendekati dua orang penjaga dengan
menunjukkan lencana tembaga identitas kepolisianku.
“Ah..
ye silahkan ikut kami.” Kedua penjaga itu membungkuk dan berjalan memasuki
sebuah ruangan di mana jenzah itu diawetkan. Salah satu penjaga menarik laci
pendingin di mana Han Dohyeon bersemayam. Perlahan aku mendekati jenazah itu
dan memperhatikannya dengan teliti.
“Sebenarnya
pihak keluarga menginginkan kremasi secepatnya namun Jaksa Kim meminta kami
menunda dulu karena ada yang janggal dengan kematiannya.” Salah seorang pihak
penjaga berkata padaku.
“Jaksa
Kim? Apa maksud anda Kim Jeongsuk?” aku bertanya tanpa menoleh dan terus mengamati
jenazah.
“Bukan,
tapi jaksa muda Kyuzizi, dia juga seorang Jaksa yang sedang melakukan masa
promosi jabatannya. Mungkin anda mengenalnya?”
“Ani...
Namanya aneh sekali.” Aku menatap penjaga itu sebentar dan menatap mayat itu
lagi. Ada yang aneh dengan tangannya. “kemarin… saat mayat ini di temukan, apa
dia dalam keadaan lemas?” tanyaku menyelidik.
“Tidak,
tapi tim forensic menjelaskan bahwa mayat ini kemungkinan meninggal 3 jam
sebelum di temukan.”
Aku tak memperhatikan penjaga itu. “Apakah aku
bisa melihat hasil forensic nya?”
“Tentu.”
Seorang penjaga yang lebih kurus memberikan sebuah map berwarna kuning. Dengan
seksama aku membacanya.
Forensic
itu menyatakan Han Dohyeon murni bunuh diri. Tapi aku tak percaya begitu saja.
Aku kembali menatap tangan kanan Dohyeon yang mengepal.
“Berikan aku sarung tangan.” Aku
meminta pada salah seorang penjaga dan langsung memakainya ketika sarung tangan
plastic diberikan padaku. Dengan perlahan aku mencoba membuka tangan Dohyeon
meskipun itu sudah kaku. Aku tak habis pikir, Tim forensic yang mengurusi ini
bodoh sekali. Ini jelas sebuah pembunuhan. Tapi yang aku bingungkan, bagaimana
cara pembunuh itu menghabisi nyawa Dohyeon?
KLOTEKKK!
Sesuatu
terjatuh dari tangan Dohyeon ketika berusaha ku buka.
“Apa
itu?” aku terkejut dan menunduk menatap benda yang tejatuh itu. kuambil plastic
kecil dari dalam sakuku. Tau kan aku polisi? Karena intuisi.. aku selalu
membawa plastic ke mana pun. Siapa tau aku menemukan bukti kuat.
“Kancing?”
aku bergumam. Kedua penjaga itupun terlihat terkejut dengan apa yang aku
temukan. “Baiklah jaga jenazah ini, jangan sampai ada orang lain yang
melihatnya kecuali pihak kepolisian dan jaksa yang bertugas. Aku akan pergi ke
kantor kepala Kim untuk meminta persetujuan otopsi.” Kataku sembari memasukkan
plastic itu dalam saku celanaku dan pergi.
“Ne.”
jawab penjaga itu serempak. Aku langsung memasuki mobilku dan menekan pedal gasku
menuju kantor kepolisian pusat, menemui appa.
“Mohon
Kepala Polisi mengizinkan mayat itu di otopsi.” Kataku setelah panjang lebar
menjelaskan apa yang terjadi.
“Baiklah,
aku akan berbicara dengan jaksa Kim. Gundae Jaehee-ya, apa kau baik-baik saja?”
Tanya appa.
“Ye
seonsaengnim.” Aku menjawabnya dengan senyum seramah mungkin. “Igeon..
seonsaengnim… Jaksa Kim yang menangani kasus ini… siapa dia?” aku bertanya
ragu-ragu.
“Eoh…
ye, dia dia jaksa yang sangat berbakat. Apakah kau sudah bertemu dengannya?”
dia bertanya balik.
“Belum
ku rasa, aku tau dia pasti sangat sibuk. Ahh usahakan Appa memilih tim Forensik
yang ahli.” Ahh aku lupa lagi. “aahh mian seonsaengnim.”
“Yaa…
dia sangat sibuk sekali.”
“Geureom…
saya permisi dulu.” Aku membungkuk berpamitan. Menyebalkan bukan? Bertemu
dengan appa sendiri saja harus bersikap seolah bertemu dengan orang lain.
“Jaga
dirimu dengan baik.” Appa menepuk pundakku memberi semangat.
“Geureom…
gomapseumnida.” Aku membungkuk lagi dan berjalan pergi meninggalkan ruangan
itu. kalau di rumah saja appa memelukku, menciumku. Kalau bertugas appa seperti
orang lain. Aku benar-benar sebal.
===
Mataku
hampir juling mengamati foto-foto pembunuhan Dohyeon dalam ipadku. Sesaat aku
melihat kancing baju yang aku temukan dari tangan Dohyeon. Kancing baju
berwarna hitam. Aku terus saja mengamati orang-orang di foto itu yang memakai
baju berwarna hitam.
Drt…drt..
ponselku bergetar tanda sebuah panggilan masuk.
“Yeoboseyo?”
Aku menyapa.
“Jaehee-ya?”
suara Woohyun terdengar dari seberang.
“Eoh
oppa wae ireo?”
“Aku
baru saja mendapatkan kabar bahwa Kwak Jungwook terlibat penyelundupan obat-obat
terlarang. Mungkin ini bisa membantumu memecahkan masalah.”
“Mwo??
Kwak Jungwook??” aku menyelidik.
“Ye,
dia mahasiswa mu. Temanku agen NIS baru saja memberikan informasi daftar orang
yang di duga menyelundupkan obat terlarang ke korea Selatan dari Vietnam. Dan
di sini terdapat nama Kwak Jungwook, menurut Informasi dia adalah mahasiswa
Malay-Indonesia di Seoul University.”
“Baiklah
oppa gomapda, aku akan menghubungimu nanti.” aku menutup sambungan telfon
dengan woohyun dan kembali mengamati foto-foto itu.
“Sekarang
apa lagi ini??? Kwak Jungwook? Terlibat penyelundupan obat terlarang?
Mungkinkah dia tak masuk kuliah karena melarikan diri?” aku bertanya pada
diriku sendiri.
“Minki?
Choi Minki?” aku menangkap sosok Choi minki terfoto di dekat lokasi di mana
mayat ditemukan, namun dia tidak terlihat memakai baju warna apa dan berkancing
atau tidak. Hanya terfoto kepalanya saja. “penyelundupan obat terlarang? Perkataan Kim
Sunggyu waktu itu juga sangat aneh. Ahh kenapa kasusnya jadi berat begini????” aku
frustasi dan mengacak-acak rambut kepalaku dan kemudian memukul-mukulkan
kepalaku di setir mobil.
===
Aku
berjalan memasuki kelas dengan lesu.
DEG!!!
Hatiku
berdegub lagi ketika mataku bertatapan dengan mata segaris Sunggyu. Entah
kenapa meskipun mata itu tertutup kacamata tebal tapi aku tetap saja merasa deg
jika bertatapan dengannya. Apakah aku takut??? Tapi ini bukan perasaan takut.
Degubnya itu terasa sangat aneh di dadaku.
‘Andwae!!” aku menggelengkan kepalaku
kencang ketika membayangkan apa yang aku rasakan. Aku benar-benar lupa jika aku
kini tengah berada di kelas dan belum menyapa mahasiswaku sejak tadi dan hanya
terdiam. Dan kini aku malah menggeleng-gelengkan kepalaku seperti orang aneh.
DEG!!
Mataku
menatap Sunggyu yang tersenyum simpul mendapatiku salah tingkah. ‘Apa yang
salah dengan ku?’ aku malah memukuli kepalaku sendiri di depan umum. Aku
langsung tersadar dan melihat seisi kelas yang terheran melihat tingkah
konyolku.
“AA…a…
anyeong…” sapaku gugup ke seisi kelas. Dan aku merasa hariku benar-benar buruk
pagi ini. namun seketika kegugupanku berubah penasaran manakala kutahu Choi
Minki tidak masuk hari ini. kosong. Bangku yang biasa didudukinya kini kosong.
‘apa
Choi Minki sudah tau kalau aku seorang polisi jadinya dia kabur?’ aku terus
saja berasumsi.
Aku sama
sekali tidak focus mengajar karena aku
masih memikirkan kasus-kasus yang semakin rumit. Setelah kelas usai aku
bergegas berjalan pergi meninggalkan kelas.
GRUDUKKK!!! Karena terburu-buru
tumpukan buku yang aku bawa jatuh berantakan. “Ashhh Jinja??!!!” Aku menggerutu
sendirian sambil menghentakkan kaki kananku kesal. Akhirnya aku berjongkok
mengambili buku yang jatuh berserakan itu satu persatu dengan mulut mengerucut.
“Igeo..!”
sebuah suara mengejutkanku. Ku dongakkan kepalaku menatap orang yang berdiri di
depanku dengan tangan kanannya menyerahkan buku-bukuku yang tadi jatuh
berserakan.
DEG!!!
Hastagaaaa…. Si cupu lagi. Aku mendesah pelan disela degub jantungku yang mulai
tak beraturan.
“Gg..Go..mawo..”
ucapku terbata sembari berdiri dan menerima buku dari tangannya.
“Aku
tak tau apa aku harus memanggilmu saem atau tidak.” Sunggyu bergumam sembari
membenarkan letak kacamatanya.
“Mwo???”
Aku tak begitu yakin dengan apa yang dia katakan.
Sunggyu
berjalan selangkah sehingga jarak kami sangat dekat hanya satu jengkal saja.
Perlahan dia menundukkan kepalanya.
Hupp…
aku langsung menahan nafas tak tau apa yang akan terjadi. Pipiku memanas.
“Aku
suka wangi apel mu, Yeoppo.” Ucapnya berbisik lirih di telinga kiriku yang membuat
bulu kudukku merinding. Haish… ini gila. Kenapa aku tak mampu menjawab dan
malah menikmati aroma maskulin tubuhnya. kenapa hatiku semakin kacau? Ini
namanya pelecehan. Aku D-O-S-E-N dan dia M-A-H-A-S-I-S-W-A, beraninya
mempermainkanku seperti ini. tapi apa ini?? kenapa aku malah kelu dan tak mampu
berbuat apa-apa seperti ini?
Sunggyu
menarik dirinya sedikit menjauhiku dan membenakan kacamatanya dengan
menyunggingkan senyum yang sangat memuakkan menurutku namun aku menyukainya. Eh
tunggu… apa? Aku tadi bilang apa? Menyukainya? Hizzz… ini tak mungkin. Dia
merupakan salah satu orang yang aku curigai sebagai tersangka kasus Dohyeon.
“Anyeong!”
senyumnya semakin menghipnotisku. Dengan tanpa perasaan dia pergi begitu saja
meninggalkanku dalam keadaan seperti ini. chh.. michyeoseo!! Aku masih terkelu,
melongo tak percaya.
Cukup
sudah aku bengong memikirkan namja cupu dan super culun itu. sekarang aku harus
focus pada kasus ini. aku bergegas pergi mengunjungi rumah Choi Minki setelah
kesadaranku kembali.
“Bukankah
tadi Minki pergi Kuliah? Lalu ke mana dia???” ibu Minki begitu khawatir ketika
ku temui. Aku mulai mencium gelagat tak beres di sini. Ku coba menghubungi
nomor Minki yang ku dapat dari ibunya, tapi nihil. Ponsel Minki ternyata
tertinggal di rumah atau sengaja tak di bawa. Ahh benar. Bukankah ini
kesempatanku mengorek informasi dari ponsel Minki.
“Dia semakin menjadi pemurung sejak
teman masa kecilnya meninggal seminggu yang lalu.” imbuhnya.
“Ahjumma, bolehkah aku membawa
ponsel Minki?” tanyaku meminta izin.
“Eoh.. silahkan Seonsaengnim.” Ibu
minki mempersilahkan sebelum akhirnya aku berpamitan. Di perjalanan pulang dari
rumah Minki aku terus bertanya-tanya.
“Jadi…???”
aku bertanya sendiri pada diriku.
Drt…drt…drt..
Aku
memasang headset dan menerima panggilan telfon itu.
“Ye…
Jaehee imnida.” Jawabku mengiyakan.
“…”
“Baiklah
aku segera ke sana.” Tanpa pikir panjang aku memotong jalan dan berbalik arah
menuju rumah Rumah sakit kepolisian. Aku mendapatkan kabar bahwa hari ini
diadakan Otopsi atas jasad Dohyeon. dan hasilnya sudah keluar.
Aku
berlari ke dalam gedung itu dengan tergesa-gesa karena ingin segera mendengar
hasil otopsi yang dilakukan tim forensic yang dikepalai Dr. Lee Howon yang
terkenal ahli dalam hal otopsi. Saat hendak memasuki lift aku berpapasan dengan
seorang pria yang sepertinya aku sangat mengenalnya. Pria itu keluar lift dan
aku masuk ke dalam lift. Pria itu menatap dan tersenyum ke arahku. Namun aku
sama sekali tak tau siapa dia.
DEG…
DEG…
Tiba-tiba
aku merasa jantungku berdegub begitu kencang. “Ada apa ini??” aku meremas
dadaku yang tiba-tiba merasa aneh
setelah berpapasan dengan seseorang yang sepertinya aku kenal.
TING..
Lift
terbuka dan aku langsung masuk ke ruangan yang ditunjukkan melalui telfon.
“Anyeonghaseyo.”
Aku menyapa beberapa orang di dalam ruangan.
“Ah… polisi
Park.” Dr. Lee menyapaku.
“Ye, bagaimana menurut hasil otopsi
dokter? Apa ada kejanggalan??” aku ingin tahu.
“Menurut hasil otopsi yang kami
lakukan… Han Dohyeon adalah korban pembunuhan, bukan Bunuh diri.” Dr. Lee
mengimbuhkan sehingga aku mendekat kea rah mayat dan dokter Lee.
“Kami
menemukan penyempitan rongga dalam leher Han Dohyeon. Kepala belakang Han
Dohyeon mengalami memar tapi bukan bekas pukulan.” Dokter Lee menunjukkan bagian-bagian
keanehan dalm tubuh Dohyeon. penyempitan rongga? Hal itu terjadi Karena tak
bisa bernafas bukan?
“Tunggu
dokter, apa mungkin Dohyeon dibunuh dengan cara dibekap? Aku menemukan sebuah
kancing baju di tangannya. Mungkin saat Dohyeon dibekap dia berusaha
memberontak namun tak mampu. Dan kemungkinan dia dijatuhkan setelah meninggal.
Bukankah tidak mungkin jika sebelum meninggal seseorang terjatuh dari lantai 2
dengan ketinggian 8 meter kepala Dohyeon hanya memar? Jika dohyeon dijatuhkan
dalam keadaan Hidup, seharusnya setidaknya kepala Dohyeon mengeluarkan sedikit
darah karena benturan dan tidak hanya memar? Orang yang telah meninggal
bukankah pembuluh aliran darahnya terhenti???” Aku mengungkapkan beberapa
alibi.
“Aku
rasa polisi Park lebih Cerdas dari Tim kami di sini.” Dr. Lee tersenyum
memujiku. Ya Tuhan… senyumnya tampan sekali. Tapi kenapa hatiku tak
berdebar???? “kemungkinan Dohyeon dijatuhkan setelah dia meninggal sekitar
30-45 menit. Dan kemungkinan pembunuhannya melakukan pembekapan persis seperti
apa yang anda katakan.” Aku tersenyum puas mendengar pernyataan dokter Lee.
“baru saja Jaksa Kim datang dan mengungkapkan hal yang sama dengan anda. Apakah
anda tidak berpapasan dengan dia?”
“Jaksa
Kim?” aku bertanya heran. “Molla.” aku berfikir sejenak. Apa orang yang
berpapasan denganku tadi adalah jaksa Kim? Ahh tapi aku lupa wajahnya.
“Oh…
Geuraeseo.” Dokter Lee mengangguk mengerti.
Entah
kenapa intuisiku berkata aku sudah mengenal jaksa Kim ini. Apakah orang yang
tadi berpapasan denganku di lift? Tapi aku lupa wajahnya. Aku menyandarkan
kepalaku di sandaran kursi mobil. Aku merasa sangat lelah sekali. Kupejamkan
mataku sambil mencoba berfikir kemungkinan siapa yang membunuh Han Dohyeon.
Jika itu Kim Sunggyu, dia adalah mahasiswa transfer setelah Dohyeon meninggal.
Untuk apa dia datang ke universitas jika Dohyeon sudah tiada kalau dia yang
membunuhnya? Atau ini hanya alibi?
Jika
itu Choi Minki, kata ibunya anak itu sangat tertekan setelah kehilangan teman
masa kecilnya. Tapi Hwang saem bilang sahabat Dohyeon itu Jungwook. Jungwook
anak itu tak pernah menampakkan dirinya setelah kematian Dohyeon. Kata Hwang
saem dia tertekan. Intinya di sini? Antara Jungwook-Dohyeon-Minki adalah
sahabat baik. Tapi Hwang saem tidak mengatakan Minki sahabat Dohyeon.
Aku menegakkan tubuhku dan
melihat-lihat kembali foto pembunuhan itu, Choi minki ada di tempat penemuan
mayat. Tapi hari ini dia menghilang. Aku mengigiti jariku frustasi.
Tring..
aku teringat ponsel Minki. Dengan segera aku mengambil ponsel itu dan melihat
sms, panggilan keluar dan folder-folder di dalamnya. Sms kosong, panggilan
keluar kosong, folder? Aku menemukan beberapa foto Minki dan Dohyeon, aku juga
menemukan beberapa foto minki, Dohyeon daan… seorang pria, siapa dia?? Ku lihat
tanggal foto itu di ambil. Dan gotcha! Dohyeon di temukan tanggal 7 Desember
2013 dan foto ini di ambil tanggal 6 Desember 2013. Dohyeon memakai pakaian
yang sama saat di temukan. Siapa pria ini? Aku mencoba mengingat-ingat.
Ku buka
folder hasil scan profil 4 orang yang aku curigai waktu lalu. aku cocokkan
wajah seseorang di foto itu dengan Kwak Jungwook. Mirip. Berarti ini Kwak
Jungwook? Jungwook memakai pakaian kotak-kotak hitam. Tunggu…! Hitam?
Ku
perbesar foto di ponsel minki dan ku ambil kancing di saku blazer ku. Ku
samakan bentuknya dengankancing di baju Jungwook. Sama. Aku semakin melongo tak
percaya.
Sekarang,
jika Jungwook yang membunuh Dohyeon, apa alas an dibaliknya? Sedikit titik
terang kini mulai menghampiri. Aku tersenyum. Jadi… Kim Sunggyu tidak termasuk
dalam hal ini. eh tunggu. Kanapa aku senang??? Dia kan culun dan… ahh itu tak
mungkin…
Aku
menginjak pedal gas dan melaju menuju rumah Jungwook mencoba mengamati. Tidak.
Aku tidak masuk, aku hanya berjaga di depan saja melihat situasi sesaat sebelum
aku memutuskan untuk masuk. Namun tak berapa lama sebuah mobil van kuno
berhenti di depan rumah Jungwook dan anak itu keluar rumah langsung masuk ke
dalam mobil.
Perlahan
ku ikuti van itu ke mana perginya. Aku belum mau meminta bantuan saat ini
karena aku masih belum yakin siapa pelaku pembunuhan yang sebenarnya. Apa lagi
cerita menjadi rumit ketika diketahui Kwak Jungwook merupakan seorang
penyelundup obat terlarang.
Aku
keluar mobil mengikuti mereka memasuki sebuah gudang tua dengan
mengendap-endap. Kuperhatikan mereka dengan mengintip dari balik kardus-kardus
yang entah apa isinya.
“Choi
Minki?” aku terkejut melihat Minki mahasiswaku yang terkenal pendiam dan dingin
kini terduduk di kursi dengan kedua tangan terikat, wajahnya penuh dengan luka
lebam akibat pukulan mungkin, di sebelahnya berdiri beberapa orang berwajah
asing, beberapa diantaranya membawa balok kayu. Ku ambil pistol dari balik
bajuku dan mulai siaga. Di sudut lain, ku lihat Jungwook dan beberapa orang
berdiri menghadap mereka. Dengan cekatan aku mengambil ponsel dari dalam saku
dan menekan tombol camcorder.
“Akhirnya
kau datang juga Kwak Jungwook. Aku pikir kau akan membiarkan dirimu kehilangan
teman kecilmu untuk yang kedua kalinya.” Seseorang yang berbaju putih dan
berkacamata hitam berkata sinis.
“Takkan
kubiarkan hal itu terjadi lagi.” Jungwook angkat bicara.
“Jungwook-ah.”
Minki dalam keadaan lemah memanggil nama Jungwook. Terlihat Jungwook begitu
khawatir melihat Minki.
“Bagaimana?
Kembali bergabung bersama kami? Atau satu persatu orang yang kau sayangi akan
ku bunuh. Dan kubuat semuanya seolah-olah kau yang membunuh mereka. hum…?”
“Yaa…
sekiya…!! Sampai kapan pun aku takkan mau kembali padamu. Dan takkan kubiarkan
kau mengambil mereka dariku.” Jungwook terlihat marah.
“Kau sombong
sekali kwak Jungwook. Baiklah kau menginginkan dia mati?” orang berbaju putih
itu menyunggingkan senyum sinis.
“Aku
tak sudi.” Jungwook berteriak dan memulai perkelahian.
Andwae ini tak boleh terjadi.
Aku
sedikit mendekat dan bersembunyi di balik Tong bekas.
Bugh…
bugh…
Terlihat
Jungwook dan teman-temanya tengah berkelahi. Aku tak mungkin menampakkan diriku
sendiri karena aku tak punya rekan saat ini. sial.
“Berhenti
atau dia mati?” teriak orang berbaju putih itu dengan mengarahkan pistol kearah
Minki yang terduduk lemas. Sontak Jungwook berhenti dan menatap Minki khawatir.
Terlihat
pria berbaju putih itu mempersiapkan jari telunjuknya untuk menarik pelatuk.
DUARRRRR!!!!!
“ANDWAEE!!!!!”
Jungwook berteriak namun kemudian dia terkejut melihat Minki masih hidup.
Klotek
Pistol
pria itu terjatuh dan dari tangannya mengeluarkan darah.
Aku
shock. Ceroboh sekali aku ini. Ya… aku menembak tangan pria itu.
“Kurang
ajar! Tangkap dia!”
Mendengar
teriakan itu, aku menyadari inilah akhir hidupku. “Ampuni aku Tuhan.”aku berdoa
pelan sembari memejamkan mata sebelum berniat menampakkan diri dan melawan
mereka. Namun tiba-tiba seseorang menarikku bersembunyi.
GREBBB!!!
DEG
“Kau???”
Aku terkejut melihat siapa yang ada di depanku.
“Aku
tak percaya kau bisa seceroboh ini Park Jaehee.” orang yang kini berada di
depanku tersenyum mengejek dan melepas kaca mata tebalnya kemudian membuangnya
tak jauh dariku.
“Kim…
Sung… gyu…?” ucapku pelan menatap pria yang kini berada di depanku dengan jarak
beberapa inchi saja. Dan apa kalian tau??? Jantungku kini serasa ingin meledak.
Aku ingat sekarang. Pria yang berpapasan denganku di rumah sakit waktu itu….
Kim Sunggyu? Mungkinkah dia??? Jaksa Kim?
“Nanti
saja kau mengagumi ketampananku, sekarang kau urus yang di sana dan aku di
sana.” Sunggyu menunjuk dengan jarinya kemana aku harus turun tangan. Aku hanya
terpaku tak percaya. Kim Sunggyu? Sebenarnya siapa dia? Apa dia agen NIS? Atau
dia Jaksa Kim?? Omoo??? Aku malah melongo tak percaya.
Chup!
“Jaga
dirimu.” Kim Sunggyu mengecup bibirku sekilas dan langsung berlari pergi
meninggalkanku dengan keadaan antara sadar dan tidak. Aku pasti gila. Aku baru
mengenalnya beberapa hari yang lalu, dan kini dia menciumku??? Si cupu itu
aniya.. si tampan itu.. eh… aniya… pria berkacamata itu?
Astaga
apa yang aku lakukan?? Aku harus membantu Sunggyu menolong Minki dan Jungwook.
Aku bergegas berlari.
Terlihat
Sunggyu tengah berkelahi dengan beberapa orang yang kelihatannya lebih kuat
dari pada dia.
BAGH
BUGH BAGH!!! Suara pukulan demi pukulan riuh memenuhi gudang tua.
BUGHH!!
Aku tersungkur, seseorang memukul punggungku
dari belakang. Sialan.
“Seenaknya
saja kau memukulku pecundang!” teriakku seraya berdiri dan memberikan tendangan
andalanku.
DUAGH!!
Tendanganku tepat di kepala orang yang memukulku.
“Beraninya
kau dengan Wanita.” Aku memukuli mereka dengan terus mengoceh tak karuan.
BUAGH
BUGHH DUAGHH!! Pukulanku bertubi-tubi mengenai tiga orang yang melawanku. Ku
Lirik Kim Sunggyu tengah serius melawan mereka.
“Jungwook-a
awas!!” aku berteriak dan menembak kaki seseorang yang hendak memukul kepala
Jungwook dari belakang ketika tak sengaja aku melihat kea rah Jungwook.
“Ah…
Gomapda Saem.” Jungwook berteriak ke arahku. Dalam kekacauan seperti ini aku
masih penasaran, padahal selama aku menjadi Dosen Jungwook tidak pernah masuk
kuliah, darimana dia tau aku adalah dosennya?
BUGH!!
Aku
terkejut dan sontak berbalik menoleh kebelakang dan melihat Sunggyu memukul
orang yang hendak memukulku.
“Jangan
melamun bodoh!” Sunggyu menggerutu.
“Mwo???
Bodoh???” Aku tak terima dengan perkataan Sunggyu dan amarahku meledak lagi. aku
lampiaskan kepada para cecunguk-cecunguk sialan itu.
Merasa
sedikit aman, aku berlari kea rah Minki yang masih terikat di kursi.
“Saem…”
Minki memanggilku lemah.
“Mian
aku terlambat.” Ucapku sembari mencoba melepaskan talinya.
Namun
tiba-tiba…
DUARRR!!!
pria berbaju putih yang sedari tadi hanya mengamati perkelahian, menarik
pelatuknya.
GLUBUGH!!!
Seseorang
menubruk tubuhku dengan darah yang mengucur dari bahunya menetes di dadaku. Aku
shock dan terkejut. dunia seperti terhenti.
“A… a..
andwae…” lirihku.
“Kim…
Sung… Gyu…” ucapku pelan. Ntah kenapa air mataku menetes. Sunggyu tersenyum
padaku, matanya memerah dan berair sebelum akhirnya terjatuh dari pelukanku.
“Kalian
kami kepung, serahkan diri kalian atau kami paksa.” Akhirnya rombongan polisi
datang membantu kami. Tapi… siapa yang memanggil mereka? Kim Sunggyu?
“Andwae…”
aku berjongkok meraih Sunggyu yang menutup mata. “Ireona kim Sunggyu Ireona…!”
aku meraih sunggyu dalam pelukanku dan mencoba membangunkannya.
“Jebal
bawa dia ke rumah sakit.” Terdengar suara Jungwook. Dan Ntah sejak kapan Choi
Minki terlepas dari kursinya padahal aku belum berhasil membukanya, mungkin
Jungwook yang membantu.
“jebal…”
Suaraku serak menahan air mata yang ntah kenapa rasanya ingin menyeruak keluar
lebih banyak. Kim Sunggyu…. Masih teringat ciuman ringannya sebelum dia melawan
mereka. Ciuman itu… akankah menjadi ciuman pertama dan terakhir darinya??? Aku
akui aku menyukaimu Kim Sunggyu. Aku menyukaimu. Sadarku.
===
Satu
minggu berlalu…
“Gomawo
saem… telah menolong kami.” Kwak Jungwook menemuiku ketika aku berbenah hendak
meninggalkan universitas itu. Ya.. tugasku telah selesai. Dan aku harus kembali
ke Incheon.
“Aku
bangga padamu Jungwook-a, seperti apa pun keadaannya jangan pernah kembali ke jalan
sesat itu mengerti?”
“Ye…
aku berjanji.” Ucap Jungwook mantab. “Aku tak tau jika saem tak datang dan
Jaksa Kim mengikutimu.” Jungwook yang semula tersenyum kini menunduk sedih.
“Kim
Sunggyu…” gumamku pelan menerawang ke luar jendela ruang itu.
“Aku
tak menyangka dia adalah Jaksa.” Ucap Dohyeon lagi. Aku teringat kecupan ringan
sunggyu waktu itu sebelum dia tertembak.
“Aku
harus pergi, jaga dirimu ne.” aku menepuk pundak Jungwook dan berjalan pergi
sambil membawa kotak berisi barang-barangku.
“Park
saem!” seseorang memanggilku ketika aku hendak memasukan kotak ke dalam bagasi
mobil.
“Eoh…
Minki-ya? Kau sudah sehat?” tanyaku senang melihat Choi Minki kini tengah
berdiri dengan senyumnya di depanku. Ku masukkan kardusku ke bagasi belakang
dan menemui Minki di dekat pintu kanan depan.
“Ne…
gomapda Park saem.” Minki membungkuk dan tersenyum ke arahku.
“Ya
Choi Minki, tidak kah kau sadar? Kau itu lebih tampan jika tidak tersenyum
seperti itu.” aku sedikit tak suka melihat Minki tersenyum.
“Ye???”
Minki meyakinkan pendengarannya dengan ekspresi yang tak bisa ku tebak.
“Karena…
Jika kau tersenyum… kau membuatku ingin mencubit dan menciummu.” Aku mencubit
kedua pipi Minki dengan gemas dan geregetan.”
PLETAK!!!
“Yak
appo!!” sontak aku melepaskan cubitanku pada minki dan menoleh ke samping kanan.
“Beraninya
kau melakukan ini di depanku??? Kau menyuruhku menunggumu di mobil padahal kau
sendiri ingin menggoda namja yang lebih muda???”
“Yak
Kim Sunggyu! Memang apa masalahnya jika aku menggoda Minki? Dia manis dan juga
tampan tentu saja.” Ucapku tak kalah sengit.
“MWOL???
MANIS DAN TAMPAN??? CHHH…” Sunggyu berkacak pinggang.
“Ne…
kenapa? Kau cemburu?” aku balik berkacak pinggang ke arahnya.
“Aku?
Cemburu dengan anak kecil seperti dia??? Chhh jinja???” Sunggyu semakin
terlihat geram.
“Gurae…
Kau Kim Sunggyu… C-E-M-B-U-R-U.”
Minki
terlihat terkikik mendengar aku dan Sunggyu saling menyalak dan saling
meninggikan suara.
“Masuk!”
perintahnya padaku.
“Andwae..
aku masih ingin berbicara dengan Minki.”
“Masuk
kubilang.”
“Andwae…
andwae… andwae…!”
“Masuuukk…”
Sunggyu memaksaku masuk dengan mendorongku dan akhirnya aku pun mengikuti
perintahnya.
Minki
masih terlihat tertawa.
“Minki-ya…
jangan lupa mengunjungiku ara…! Ahh ajak Jungwook juga!” aku melongok dari kaca
mobil.
“Ne…
pasti saem.” Jawabnya sembari tersenyum padaku.
Aku
melambai padanya sebelum akhirnya menginjak pedal gas dan pergi perlahan.
Sunggyu masih terus saja menatapku sensi.
“Ya
Tuhan senyumnya anak itu…” aku terus saja tertawa mengingat senyum Minki dan
tak henti-hentinya memuji.
“Yaa..
babo perhatikan jalannya. Kau mau kita mati eo?” teriak Kim Sunggyu yang kini
duduk di sebelahku.
“Hizzss…
dasar kakek tua sipit.” Aku mencibirnya.
“Mwol???
Siapa yang kau maksud??? Chhh dasar nenek sihir.” Aku tersentak dan mengerem mendadak.
Bugh!!
“Ahhh
appo…” Sunggyu meringis kesakitan ketika aku memukul bekas luka tembaknya
karena pertengkaran kecil kami tadi.
“Ya..
neo gwaenchana?” tanyaku menyesal, takut, cemas dan khawatir. Tanpa babibu aku
langsung memutar kemudi membawa Sunggyu ke appartemennya. Tujuan kami yang
semula ingin pergi ke kantor Kepala Jaksa Kim kini berbalik arah.
Yaa… setelah
kejadian itu… Sunggyu dibawa ke rumah sakit, dokter berkata Sunggyu tidak
apa-apa. Parahnya aku menangisinya seolah dia telah mati. Padahal dia bukan
siapa-siapaku keke~ tapi jujur aku menyadari ternyata perasaanku waktu itu
bukan takut tapi tertarik padanya. Ahhh jadi malu.
Selama
dua hari aku merawatnya dan menungguinya di rumah sakit.
Setelah
itu aku mendatangi persidangan Jungwook di pengadilan. Ya.. Jungwook dulu
pernah terlibat gangster penyelundupan obat-obatan terlarang dan bukan Han
Dohyeon. Jungwook, Minki dan Dohyeon adalah teman sepermainan. Minki membenci
Jungwook ketika Dohyeon meninggal dan termakan hasutan bahwa Jungwook lah yang
membunuh Dohyeon, tapi malah dirinya yang dianggap membunuh Dohyeon.
Han
Dohyeon terbunuh ketika Jungwook menolak bergabung kembali dengan gangster
tersebut. Dan akhirnya gangster itu mengancam membunuh Dohyeon jika Jungwook
menolak. Dan ancaman itu terjadi. Pembunuh memakai pakaian yang sama dengan
Jungwook sehingga tersangka seolah Jungwook. Namun karena sikap Minki yang
dingin dugaan itu beralih ke Minki. Rumit memang. Tapi akhirnya masalah ini
selesai juga. Dan Jungwook dinyatakan tak bersalah.
Dengan
khawatir aku memapah Sunggyu masuk apartemennya. Setelah aku mendudukkannya di
ruang tamu, ku tutup pintunya dan mencoba membuka bajunya untuk melihat
lukanya.
“Mwo???”
aku melihat lukanya baik-baik saja, bahkan sudah hampir sembuh. “Yaa… kau
membohong…_”
GREBBB
CHUP
Sunggyu
memeluk dan menciumku ketika aku belum selesai berbicara.
“Aku
ingin bersamamu seperti ini.” ucapnya yang membuat pipiku seperti tomat
Mungkin.
“Apa
ini mungkin?” ucapku pelan tak berani menatap matanya.
“Maksudmu?”
Sunggyu mendesah dan semakin mengeratkan dekapannya padaku. “Tatap mataku park
jaehee.”
“Eum??”
aku beranikan diri menatap mata Sunggyu walaupun aku agak… takut.
“Semua
itu mungkin. Cinta itu datang tak mengenal waktu, tempat dan usia. Tak mengenal
seberapa lama kita saling mengenal. Kita hampir satu bulan apa kau sadar??. Kau
mencintaiku kan?” aku hanya mengangguk menjawab pertanyaan Sunggyu.
“Apa
maksudmu kau ingin????” Sunggyu mengedipkan sebelah matanya padaku hampir tak
terlihat karena matanya begitu sipit.
“Aish…
mau apa???” aku berusaha melepaskan pelukan Sunggyu takut-takut.
“Hey
kenapa pipimu memerah???”
“Eoh?
Jeongmal?” aku mengusap-usap pipiku mencoba menghilangkan rona merah itu.
“Park Jaehee.”
Sunggyu merengkuh kedua pipiku dengan kedua tangannya sehingga membuat bibirku
mengerucut.
Chup
“saranghae…”
Chuuup
“Saranghae…”
Chuuuuuup
“Nan jeongmal saranghae.”
Sunggyu
mengecup bibirku tiga kali sehingga membuatku semakin merasa tak karuan. Astaga
>.<
===
“Selamat
datang kembali Park Jaehee!” Woohyun memberiku sebuket bunga mawar putih
kesukaanku ketika aku memasuki kantor. Ya Tuhan dia alay sekali.
“Yak
oppa… kau berlebihan.”
“Chh…
sudah ku duga kau akan cepat menyelesaikannya. Cha… kita rayakan ini dengan
Softdrink dan bibimbap.” Myungsoo merangkulku, tidak. Ini lebih mirip menyeret
tepatnya.
“Cha…
kita harus berpesta hari ini.” Woohyun ikut merangkulku dari sebelah sisi.
Aku
hanya memutar bola mataku pasrah mengikuti dua sahabat terbaikku ini.
“Ahjumma…
beri kami bibimbap spesialnya seperti biasa….” Woohyun melambaikan tangan pada
ahjumma pemilik kedai.
“ehhh
kita selca…” Myungsoo menghidupkan kamera ponselnya. Tentu saja ini kebiasaan
kami ketika kita bersama, aku berada di tengah dan mereka akan membully ku
dalam selca. Ckk… dasar.
Cklick…
dan foto itu langsung terunggah di social media.
Drt…
drt.. drt.. drt…
“Ye
seonsaengnim?” aku menyapa appa di seberang telfon.
“…”
“Ye…
araseo.” Aku menutup panggilan dari appa.
“Waeyo?”
Myungsoo khawatir melihat ekspresiku.
“Appa…
memintaku besok pulang ke Seoul.” jawabku kesal.
“Aigoo…
hampir satu bulan kita tak bertemu, tidak bisakah kita sampai larut?” Woohyun
berucap sambil menyuapkan bimbap ke mulutku seperti biasa.
“sudah…
kita nikmati saja hari ini. Besok kita makan lagiii sepulangmu dari Seoul….”
Myungso mengangkat gelas softdrink nya. Aku pun mengikutinya begitu juga dengan
Woohyun.
“Untuk
kesuksesan Jaehee kita. Bersulang.” Woohyun dan Myungsoo berteriak. Aku hanya
tertawa melihat tingkah mereka berdua.
===
“Eoh…
Jaehee… kemari.” Appa memanggilku yang baru sampai di rumah. Dan ku lihat ada
beberapa tamu di sana.
“Eoh…
kepala Jaksa, Ahjummanim, Anyeong…” aku membungkuk menyapa kepala Jaksa Kim dan
istrinya.
“Anyeong
jaehee-ya, Aigoo kau sudah besar dan cantik mantuku.”
“Mwo??”
Aku terkejut mendengar kalimat nyonya Kim.
“Ahh…
ne, langsung saja. Hari ini aku bertandang ke sini karena aku beserta keluarga
ingin melamarmu sebagai menantu di keluarga kami.” Kepala jaksa Kim berkata dan
kemudian tertawa. Mwoga??? Apa ini aku baru sampai dengan kondisi kelelahan
langsung ada berita semacam ini?
“Melamar?”
Aku semakin terkejut. “Andwaee appa! Shireoyo!” aku sedikit berteriak.
“Jaehee
itu tidak sopan.” Umma mencoba menenangkanku.
“Aniya
Umma, shireoyo. Aku tak mau. Appa… aku sudah punya calon. Jebal jangan paksa
aku menikahi putra Jaksa Kim. Aku sangat mencintai pria itu Umma.. Appa…” Aku
mencoba menjelaskan.
“Jadi
kau tak mau menikah denganku Park jaehee?” sebuah suara dari arah kamar mandi
datang mendekat. Suara itu sangat ku kenal. “Kau tak mau menikah denganku
setelah apa yang kita lakukan?”
“Kim
Sunggyu?” aku terkejut tak percaya. Kulihat Sunggyu berjalan mendekati kepala
Kim. Gezzz mata mereka sama, bibir mereka sama… jadi???? “Jadi kau?????”
“Masih
tak mau menikah dengan Jaksa Kim?” Appa menggodaku dengan mengedipkan sebelah
matanya. “Kalau begitu… lamaran ini kita batalkan saja.” Appa semakin
menggodaku.
“Yaaa…
appa… kenapa mengambil keputusan secepat itu?” aku merajuk seperti anak kecil.
“Kau bilang kan kau tak mau, jadi
kita batalkan saja.” Jawab appa enteng.
“Aku… aku… aku kan mau…” jawabku
pelan sambil mempermainkan ujung blazerku.
“Chhh…
babo!” Sunggyu menoyor kepalaku dan di sambut tawa serempak seisi ruangan dan
aku sangat malu >.< dan ternyata Intuisiku tepat untuk mengikuti Kim
Sunggyu. Aku tak menyangka jika ternyata Kyuzizi itu kim Sunggyu. Aku juga tak
menyangka Jika jaksa Kim Sunggyu itu adalah putra kepala jaksa Kim sahabat
appaku. Intinyaa… aku benar-benar surprised…. >.< Kim Sunggyu saranghae….
Keukeu~ xD
END
Loh mana NC nya?? *digetok readers*
Hehe mian Yonggyu90 gak
bisa buat NC jadinya ceritanya no NC kekeke xD tapi itu udah lebih dari Hot
kan? Maap cerita Gaje B-G-T =_=
Comment juseyo ^^~ kritik sarannya ne^^~ gomawo :D *Bow*