Blogger Widgets

Entri Populer

Kamis, 07 November 2013

FF WHITE LOTUS 1 | Baro B1A4 , Yoo Jiae & Ren NU'EST | Love Youth, Chapter



WHITE  LOTUS 1



Author                          : Yonggyu90
Main Cast                    : Cha Sunwoo (Baro)B1A4 , Yoo Jiae & Choi Minki (Ren) NU’EST
Length                          : Continuous
Genre                           : Love Youth
Rate                               : 13+
Disclaimer                   : This story is mine. No Plagiarism.
Notes                            : cerita ini asli milik saya, maaf untuk banyaknya kesalahan dalam penulisan atau pun bahasa yan di gunakan. Terinspirasi setelah mendengarkan lagu Yoo Jiae dan beberapa lagu B1A4. Saya adalah penggemar berat JiRo (Jiae-Baro) Couple, kenapa mengambil cast ke 3 si Ren? Karena saya menemukan shipper di tumblr dan Youtube dengan pasangan RenJi (Ren-Jiae) couple. Kyaaaa dua couple ini sangat imut >.<

Chapter 1

                Jiae terus saja mengayunkan kakinya ketika duduk di sebuah halte menunggu busway. Sesekali dia menoleh ke arah kiri seperti tengah menunggu seseorang. Wajahnya berubah kusut kemudian setelah sebuah busway berhenti di depannya. Dengan berat hati Jiae berdiri dan berjalan menuju pintu busway yang terbuka. Sekali lagi dia menoleh ke arah kiri sebelum masuk ke dalam busway.
                “Noona!!!” seorang memanggil Jiae. Merasa mendengar suara yang familiar baginya, Jiae menoleh ke arah suara tersebut. Seorang pria mengenakan seragam sekolah menengah atas seperti dirinya, berambut pirang dan berwajah cantik tersenyum dan melambai ke arahnya dari bangku busway di belelakang.
                “Eoh… Minki-ya???” Jiae sedikit terkejut namun kemudian tersenyum dan berjalan duduk di bangku kosong di samping Minki.
                “Eoh… ini Minki.” Minki tersenyum.
                “Tumben sekali naik busway?” Jiae menyelidik.
                “Aku ingin pulang bersama Noona.” Minki menjawab tak acuh dan mengambil sesuatu dari dalam tasnya.
                “Ukkk! Pulang bersamaku?” Jiae terkejut.
                “Eoh, ini untuk noona.” Minki menyerahkan sebuah buku putih dengan sampul bergambarkan bunga sakura yang masih tersegel dengan dibubuhi ikatan pita berwarna pink.
                “Apa ini?” Jiae menerimanya dan menoleh ke arah Minki tak mengerti.
                Minki hanya tersenyum dan menggendikkan bahu. Jiae kemudian mengerucutkan bibirnya karena sebal.
                “Wuahhh…  Sakura No Hana???” Jiae membelalakkan matanya ketika menarik pita pink itu dan terlihat judul buku tersebut tak percaya.
                “Aku tau noona suka membaca. Dan aku tau noona mencari buku ini ke mana-mana. Kemarin… Appa ke Jepang, aku memintanya untuk membelikan buku ini.”
                “Ren-ah…” Jiae menatap Minki tak tau harus berkata apa.
                “Ishh… aku lebih suka noona memanggilku Minki.” Ren merajuk. “Itu untukmu noona.” Minki tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya.
                “Gomawoseo Minki-ya….” Jiae menatap Minki senang  “tapi…. Ini berbahasa Jepang. Aku tak begitu lancar membaca Hiragana.” Jiae terlihat sedih.
                “Hey… kau melupakanku??” Minki tersenyum misterius kemudian mengambil sesuatu dari dalam tasnya. “Cha… ini terjemahannya. Appa membelikan dua, yang satu aku baca dan sudah aku terjemahkan. Dan ini yang satu untukmu.” Minki memberikan sebuah print out yang telah di jilid kepada Jiae.
              “Minki… Choi Minki… kenapa kau baik sekali… nan jeongmal Gomawoyo. Mian… aku tak bisa memberimu apa-apa..” Jiae merunduk tersirat kesedihan di wajahnya.
                “Aigooo… noona, bukankah aku pernah berkata padamu? Aku hanya ingin melihat noona tersenyum itu saja. Tidak sedih seperti ini. aku tak minta apapun selain ini” Minki mendengus kesal sembari menarik kedua pipi Jiae.
                “Yaakkk appoyo…!” jiae meringis kesakitan sedangkan Minki hanya tertawa gemas.
                Sedetik kemudian mereka hanya terdiam. Jiae terlihat sangat cemas dan seperti menunggu sesuatu. Berulang kali dia melihat ponselnya. Minki yang melihat hal itu tiba-tiba merasa kesal.
                “Baro?” Minki bertanya yang dia sudah tau jawabannya.
                “Dia berjanji akan menjemputku, satu jam aku menunggunya di halte… tapi dia tak kunjung datang. Bahkan dia tidak memberitahuku.” Jiae terlihat sedih.
                Minki terlihat semakin kesal.
                “Lupakan Baro ketika noona bersamaku. Karena aku tak mau noona menangis lagi karenanya.” Minki berkata pelan hampir tak terdengar sambil menatap keluar jendela. Jiae yang hanya mendengar samar-samar menoleh kea rah Minki sesaat dan kemudian menatap lurus ke depan. Terdiam.
===

                “Baro… bagaimana hubunganmu dengan Jiae sekarang?” Tanya Jinyoung teman sekampus Sunwoo ketika mereka tengah bergurau di kantin dengan teman-teman yang lain.
                “Astaga!!!” Sunwoo tersentak dan meremas rambut kepalanya sendiri.
                “Yak  wae?” Tanya Jinyoung heran melihat Sunwoo yang tiba-tiba pucat.
                “Aku melupakannya. Jinyoung-ah sampai nanti….” Sunwoo menepuk pundak Jinyoung sambil berlari pergi. Jinyoung hanya menggelengkan kepalanya gemas melihat tingkah sahabatnya itu.
                Sunwoo terlihat berlari kencang dan berhenti di sebuah halte. Dia berjongkok dan kedua tangannya bertumpu pada lutut dengan nafas yang tak teratur.
                “Jih… Aeh…” Sunwoo mengucapkan satu nama dengan terbata-bata di sela nafas beratnya. Dia mencoba mengedarkan pandangan mencari sosok gadis manis nan lucu itu. namun dia tidak menemukannya. Perlahan dia menarik tangan kirinya yang tengah terpasang sebuah jam tangan digital hitam.
                “Sudah dua jam berlalu ternyata.” Sunwoo masih berusaha mengatur nafasnya dan mencoba berdiri tegak menatap lurus kedepan.
                Sunwoo berjalan kea rah bangku halte dan duduk bersandar di sana. Dia teringat bagaimana dia pertama kalinya bertemu Jiae hingga akhirnya dia menginginkan Jiae menjadi kekasihnya.
                Waktu itu hujan telah turun rintik-rintik. Sunwoo yang pulang dari kuliahnya berlari di tengah guyuran hujan tipis dan berteduh di sebuah halte yang sepi. Dia menepuk-nepuk tubuhnya berusaha mengeringkan pakaiannya yang sedikit basah oleh rintik hujan.
                Tanpa sengaja dia melihat seorang gadis yang sangat manis tengah duduk di bangku halte dengan membaca buku. Rambut hitam gadis itu terkuncir rapi dengan menyisakan sedikit geraian di kening tanpa poni. Gadis itu masih mengenakan seragam sekolah menengah atas dan terlihat sangat imut. Dengan perlahan Sunwoo berjalan mendekati gadis itu dan duduk di sebelahnya.
                Gadis itu masih saja berkonsentrasi pada bukunya dan tak menyadari ada orang yang duduk di sampingnya. Sunwoo sesekali mencuri-curi pandang kea rah gadis itu. dadanya bergemuruh begitu hebatnya ketika dia berada di dekat gadis itu dan mendengar desah nafas gadis itu.
                ‘Manis’ batin Sunwoo. Sekilas dia melirik sampul buku yang di baca gadis itu.
                ‘Gone With The Wind’ Sunwoo membaca judul yang tertera di sampul itu kemudian melirik kembali kearah gadis yang terlihat manis dan imut itu. Sunwoo sangat tau itu adalah Novel fenomenal Margaret Mitchell pada 1936. Margaret Mitchell adalah penulis yang hebat, namun dia hanya membuat sebuah novel selama hidupnya. Sunwoo tak habis pikir, kenapa penulis sehebat itu hanya membuat sebuah karya fenomenal dan tak mau menulis lagi setelahnya. Kemudian dia teringat sebuah kutipan dari novel tersebut.
                “Dia merasa dirinya adalah Alien di antara yang lain, sebagai alien dan sendirian seperti berasal dari dunia lain. Berbicara dengan bahasa yang mereka tak mengerti dan dia tak mengerti mereka.” Sunwoo yang menatap jalanan yang digenangi hujan tiba-tiba membuka suara dan membuat gadis itu terkejut menatapnya. Itu adalah kutipan dari novel itu yang menggambarkan betapa tersiksanya hidup di tengah-tengah orang yang tak pernah peduli dan mengerti.
                Merasa mendapat respon dari gadis itu Sunwoo menoleh kearah gadis itu dan tersenyum.
                “Gone With The Wind halaman 607.” Sunwoo membuka suara lagi. Sunwoo sangat hapal betul isi dalam buku itu bahkan di halaman berapa kutipan itu di ambil.
                “Dengannya dan dengan orang-orang yang baik dia membuat  sebagian besar dunianya merasa sesuatu yang tak bak bisa dimengerti.” Jiae melanjutkan kutipan yang diucapkan sunwoo dengan tersenyum menatap sunwoo yang membuat hati Sunwoo semakin berdegub tak beraturan.
                “Cha Sunwoo.” Sunwoo mengulurkan tangannya.
                Dengan senyum yang semakin merekah, Jiae menutup novelnya dan menyambut uluran tangan sunwoo untuk berjabat tangan.
                “Yoo Jiae.” Gadis itu mengucapkan namanya dengan suara khasnya yang begitu lembut.
                Seperti enggan melepaskan tangan, mereka hanya saling terdiam dan saling tersenyum. Akhirnya tangan itu pun terlepas dan mereka berbalik mengahadap jalan dan tersenyum. Hanya mereka yang mengerti perasaan mereka saat ini.
                Itulah awal pertemuan mereka yang tak mungkin pernah dilupakan oleh Sunwoo maupun Jiae. Sejak saat itu, Sunwoo sering menunggu Jiae di halte untuk pulang bersama. Tak jarang mereka pergi untuk sekedar menonton atau bermain di taman. Bahkan kakak semata wayang Jiae, Yoo Jaehee pun mengenal Sunwoo dengan baik.
                Sampai suatu hari semua terjadi begitu saja tanpa terfikirkan di antara mereka. Hari itu Sunwoo yang telah menyelesaikan kuliahnya berjalan kea rah Halte di mana dia biasa bertemu dengan Jiae untuk pulang bersama.
                Senyum yang merekah di bibir Sunwoo selama perjalanan pun hilang seketika ketika melihat seorang pria cantik dengan rambut blonde terkuncir tengah duduk bercanda dengan Jiae. Dengan sedikit kesal Sunwoo berjalan menghampiri Jiae dan memasang senyum yang tadi sempat hilang dari bibirnya.
                “Jiae-ya…” Sunwoo berdiri di depan Jiae yang tengah duduk bersama pria cantik itu. Jiae dan pria cantik itupun mendongak kea rah Sunwoo.
                “Eoh… Sonwoo oppa?” dengan suara lembut dan senyum khasnya Jiae menyapa Sunwoo. Namun pria cantik itu terlihat sedikit tidak menyukai situasi ini.
                “Sudah lama menunggu?” Tanya Sunwoo kemudian.
                “Uhm…. Lumayan.” Jiae tertawa. Ya inilah Jiae. Jiae tak pernah marah sedikit pun meskipun Sunwoo terlambat setengah atau satu jam lebih. Jiae lebih memilih menunggunya. Dua jam. Dia akan menunggu sampai dua jam dan dia akan benar-benar pergi.
                “Mian…” ucap Sunwoo menatap Jiae penuh harap.
                “Ne… gwaenchanna Sunwoo oppa.” Jiae masih setia dengan senyum manisnya yang tak pernah pudar dari bibirnya.
                Mata sunwoo sekilas menatap pria cantik yang kini terlihat tidak bersahabat dan memainkan ponselnya. Melihat Sunwoo menatap pria cantik itu Jiae berdehem dan membuat Sunwoo dan pria cantik itu menatap kearah Jiae.
                “Ahh… aku sampai lupa. Perkenalkan oppa… dia Choi Minki hobae tingkat pertama. Dan sangat baik padaku.” Sunwoo menatap Minki yang Jiae sebutkan tadi. “Minki-ya… ini Cha Sunwoo.” Jiae tersenyum kea rah minki.
                Minki dan Sunwoo hanya saling tatap tanpa berjabat tangan dan menyapa. Jiae merasakan ada keanehan dengan kedua pria tersebut.
                “Baro!” Sunwoo mengulurkan tangan kemudian dan mengucapkan nama panggilannya.
                “Ren!” Minki membalas uluran tangan Sunwoo dengan tatapan yang begitu dingin.
                Sunwoo begitu terkejut mendapati sikap Minki. Dia memang berkata datar tapi tidak sedingin Minki menatapnya.
                TINNNNNNNN….
               Sebuah suara klakson mobil terdengar tepat di depan halte. Mereka bertiga terkejut dan menatap kea rah mobil itu.
                “Ahh… noona… sepertinya aku harus pergi lebih dulu.” Ucap Minki kemudian dengan senyum hangat kearah Jiae seraya berdiri dan merapikan tas punggungnya. Melihat hal itu Sunwoo merasa tak suka dan sedikit sebal.
                “Uhhh… ne..” Jiae membalas senyum Minki dengan senyum yang sangat manis.
                Sebelum pergi mata Minki bertatapan dengan mata Sunwoo. Dingin.
                “Minki-ya… hati-hati…!” Jiae berteriak ketika Minki telah membuka pintu mobil dan hendak memasukinya. Minki menoleh dan melemparkan senyum kearah Jiae tanpa menghiraukan Sunwoo. Jiae melambaikan tangannya sampai mobil Minki berlalu pergi tak terlihat.
                “Ehm…!” Sunwoo berdehem membuat Jiae menghentikan aksinya dan menatap heran ke arahnya.
                “Jangan lakukan hal itu selain kepadaku.” Sunwoo terlihat sebal.
                “Ne???” Jiae tak mengerti dengan perkataan Sunwoo.
                “Aku menyukaimu Jiae-ya.” Sunwoo duduk berjongkok di depan Jiae yang duduk di bangku Halte. Perlahan Sunwoo menggapai tangan Jiae dan menggenggamnya. Jiae masih menatap Sunwoo bingung. Sunwoo sendiri tak sadar menyatakan hal ini pada Jiae.
                “Aku benar-benar menyukaimu.” Jiae menatap mata Sunwoo lekat mencari kebenaran dari ucapan Sunwoo.
                Sunwoo membalas tatapan Jiae penuh keyakinan.
                “Oppa!!!” Jiae menghambur memeluk Sunwoo yang berjongkok di depannya. “Aku juga menyukaimu.” Ucap Jiae lirih seolah berbisik di telinga Sunwoo.
                Sunwoo berjalan pelan menuju rumahnya setelah mengantarkan Jiae pulang. Dia terlihat merenung.
                ‘Salahkah aku mengatakan itu kepadanya? Apa aku secepat itu mengambil keputusan? Aku benar menyukainya, bahkan aku tadi sangat yakin dengan apa yang aku rasakan dan aku ungkapkan padanya. Tapi kenapa perasaanku kini seperti ini? aku merasa aku… Jiae-ya… kenapa aku jadi seperti ini?’ Sunwoo terus bertanya dalam hati. Dia yang semula begitu yakin dengan perasaannya tiba-tiba merasakan keraguan dalam hatinya. Dia memang menyukai Jiae bahkan sangat suka. Tapi entah kenapa setelah perasaan itu terungkap Sunwoo merasa hatinya begitu gundah.
                Berbeda dengan Jiae yang semakin tulus menunjukkan perasaannya pada Sunwoo hingga saat ini, tiga bulan setelah Sunwoo mengungkapkan perasaannya.
                ===

                Jiae-ya Mianhe… aku akan datang nanti. aku menyayangimu.’

                Sebuah pesan singkat terkirim di ponsel Jiae. Minki yang berada di samping Jiae tau pasti itu pesan dari siapa ketika mendapati mimic Jiae yang berubah jadi cerah setelah membaca pesan di ponselnya.
                ‘Taukah noona aku begitu menyayangimu, aku begitu menyukaimu.’ Batin Minki dan menatap pilu Jiae yang tengah mendekap ponsel di dadanya dengan senyum mengembang.

TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar